Langsung ke konten utama

Hi Lawu Hi!


Gunung Lawu yang mempunyai  ketinggian 3265 MDPL ini berada di perbatasan antara Jawa Tengah dan Jawa Timur,yaitu di kawasan Karang anyar (Wonogiri-Jateng) dan Magetan (Jawa Timur). Sore hari yang cerah menemani perjalanan ke basecamp Lawu yang berjarak sekitar 2 jam an dari tempat saya dan teman-teman berkumpul. Kabut tebal menyambut hangat saat kami baru sampai di base camp. Suasana di sekitar base camp Cemoro Sewu saat itu terbilang ramai. Banyak muda-mudi yang melewatkan sorenya untuk sekedar berkumpul di area tersebut, tak heran karena mungkin persis di depan base camp merupakan jalur perbatasan antar propinsi.

Saya dan beberapa teman memilih untuk nongkrong di warung kopi sembari menunggu teman-teman yang masih dalam perjalanan menuju base camp. Sebelummnya karena kami sampai terlalu sore, maka pendakian diputuskan untuk dimulai setelah waktu maghrib. Cuaca cerah namun berkabut menemani pendakian kami malam itu. Sekitar pukul 7 dan dimulai dengan doa bersama, kami mulai melangkah mengikuti jalur pendakian. 

Jalur pendakian di Lawu cukup mudah untuk diikuti karena nampak sudah tertata dan berbentuk undakan-undakan buatan. Kami beruntung malam itu cerah, pendakian berjalan lancer meski salah satu temen sempat mengalami kram di kaki. Yang namanya proses pendakian gak ada yang mudah, bisa dibilang semua berat dan melelahkan. Tapi niat yang kuat itu memudahkan kami. 1 jam,2 jam,3 jam berlalu. Kami mulai kelelahan, nafas sudah tidak beraturan lagi. Sampai sekitar lewat jam 1 malam, akhirnya kami sampai di gubuk “Mbok Yem” untuk beristirahat. Nama “Mbok Yem” mungkin sudah tidak asing lagi bagi pencinta ketinggian. Dia satu-satunya wanita paruh baya yang mempunyai warung sekaligus shelter 20 menit dari puncak Lawu!saya sendiri menjuluki sebagai “jagoan Lawu Bo”. Suasana di dalam shelter mbok Yem kala itu cukup ramai, mungkin rombonganku yang paling terakhir sampai tempat ini. Kemungkinan lebih dari 15 orang di dalam shelter itu. Karena kelelahan ditambah hawa yang cukup dingin, saya sendiri memutuskan untuk segera beristirahat.

Pagi hari..cuaca super dingin dan belum juga jam 6. Suara beberapa teman di luar shelter cukup untuk membuatku membuka mata meski malas luar biasa. Malas karena pagi hari di Lawu itu dingin banget sampai masuk menembus sleeping bag!jadi bisa dibayangkan bukan?kalau kata seorang temanku, dinginnya belum seberapa. “Biasanya lebih dingin dari ini” katanya. Nah..saya pikir dari pada diem kedinginan, mending keluar untuk menyapa sang “sunrise”. Dan benar sekali, sunrise Lawu itu…Voilaaaaaaa!! Kerennnnnn like this:


Cukup lama juga saya menikmati sang sunrise. Landscape yang sempurna dai Lawu. Lautan awan yang membentang di tambah golden sunrise seketika itu semua rasa lelah sisa tracking semalam itupun sirna! sekitar lewat jam 6, kami melanjutkan pendakian untuk “summit attack”. Jalanan menanjak disertai tumbuhan-tumbuhan gunung kami lalui, tak sampai 1 jam kami sudah sampai di Hargo Dumilah. Yang artinya kami berhasil muncak!perjalanan memang selalu memberi cerita tersendiri. Puncak itu bonus, berhasil kembali pulang ke rumah itu baru sebuah pencapaian yang baik.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sisi lain Cerita Keraton Mataram di Ullen Sentalu

       Museum ini diprakarsai oleh keluarga Haryono dari Yogyakarta, dirintis tahun 1994 dan diresmikan 3 tahun kemudian yaitu pada tanggal 1 Maret 1997. Nama museum ini Ullen Sentalu. Ullen Sentalu sendiri merupakan akronim dari “Ulataning Blencong Sejatine Tataraning Lumaku (Nyala lampu blencong merupakan petunjuk manusia dalam melangkah dan meniti kehidupan)” . Kalimat ini diambil dari filosofi lampu minyak yang dipergunakan dalam pertunjukkan wayang kulit dimana lampu itu akan selalu menghasilkan cahaya yang selalu bergerak untuk mengarahkan dan menerangi perjalanan hidup kita sebagai manusia. Museum ini terletak sekitar 25 km dari pusat kota Yogyakarta dan berada di kaki gunung Merapi. Ullen sentalu memiliki beberapa ruang utama, dan hampir semua ruangan sangat berkaitan erat dengan cerita-cerita sejarah dan budaya keraton Yogyakarta dan Solo. "pintu masuk museum"        Begitu masuk ke dalam museum ini kita akan disambut oleh suasana yang asri karena rimbun

Tepi Campuhan

     *dua mingguan sebelum Bali,badan drop,gejala typhus* “Jadi ..Ma..kamu jadi ke Ubud, ngapain?” “Aku mau tracking di Campuhan” “ye..udah gitu doank..kamu jauh-jauh ke Ubud cuma mau tracking di Campuhan..emang di Jawa gak ada tempat buat tracking ?” “ya..gak tau ya..aku tujuan utama si itu..you know it’s like falling in love at first sight, aku harus kesana” jawabku lempeng “hmmm…” temanku sedikit menggugam       *dia, partner traveling (whatsaap)* “Ndo, gimana kondisimu?baikan belum?” “udah ke dokter, disuruh bed rest…harus sembuh, terlanjur beli tiket hehehe” “Bali jangan dipikirin dulu..cepet sembuh,bed rest…hug..hug..hug” “…… …… …… ……. …… ……. …… ……. ……… ……….” lelap *malam sebelum Bali* “everything is fine..everything in control..enjoy the journey..gak ada yang tertinggal…gak ada” menggumam *********************************************** *Bali hari terakhir* Hari terakhir di Bali, kami habiskan dengan menikmati Ubud saja, hanya Ubud.