Langsung ke konten utama

Postingan

Senja Di Namsan

Hari pertama di Seoul, belum sampai setengah hari. Dan sore   itu kami bergegas menuju Namsan Tower. Tak pernah terpikirkan bahwa Korea Selatan menjadi negara kesekian yang berhasil aku kunjungi. Cuaca begitu dinginnya dan ini merupakan pengalaman pertamaku merasakan kejamnya musim dingin di negara yang terkenal dengan industri K-Pop nya ini. Menikmati Namsan juga bukan perkara mudah, kita diharuskan menggunakan kereta gantung menuju menara utama. Tidak untuk yang takut ketinggian, karena kereta gantung di Namsan bisa terbilang cukup tinggi. Bagaimana tidak menara utamanya terletak di atas perbukitan. Kami sampai di ujung bukit, tepat saat senja. Sungguh landscape yang cukup cantik. Sore itu cuaca sungguh dingin buatku, tapi di sisi lain langit begitu cantiknya. Banyak sekali orang disini, sebagian besar berpasangan. Melihat mereka sungguh membuatku haru. Ada banyak bahagia yang bisa kita lihat di wajah mereka, itulah mengapa gembok-gembok cinta dibuat disini. Aku tertegun
Postingan terbaru

Satu Kata

Kuletakkan telepon seluler diatas meja. Tidak berapa lama setelah pacarku menelepon, ada panggilan telepon dari nomor yang tak kukenal. Aku amati sebentar nomor tersebut, sampai aku putuskan untuk menerima panggilan tersebut. Saat itu tahun 2014.  Suara laki-laki, tak asing dan sudah lama tak kudengar. Aku bertanya untuk memastikan, mengingat nomor tersebut tidak tersimpan. Dia pun menjawab, dan dugaanku benar. Suara itu memang dia. Laki-laki yang pernah kukenal, laki-laki yang pernah mengisi hatiku tiga tahun sebelumnya. Ingatanku kembali ke masa tiga tahun sebelumnya. Di sepanjang jalan Malioboro, kami bergandengan tangan menikmati riuhnya malam di Yogyakarta. Lamunanku berkutat pada tahun-tahun tersebut. Dia pernah ada disana, dihatiku meski tak lama.   Setelah tiga tahun, dia kembali. Lamunanku terhenti saat dia menanyakan kabar, menanyakan pacarku, apakah aku bahagia sekarang. Aku jawab sekenanya karena diantara perasaan bingung, jujur aku pun tak tahu harus berkata

Surat Cinta dari Ubud

Perjalanan hari ke-22 menjelang Nyepi, Ubud. Pagi ini diantara rasa lelah, aku beranikan diri beranjak dari tempat tidur. Yang nyatanya beberapa menit kemudian aku dibuat malas bergerak dari teras kamar, terdiam sampai menjelang siang melihat jalan setapak yang ditumbuhi rerumputan hijau, dan dipenuhi berbagai bunga-bunga tropis khas Bali. Aku habiskan pagi itu dengan memikirkan banyak sekali hal, banyak kejadian yang selama dan sampai sekarang belum aku temukan jawabannya. Cinta, masa depan, pekerjaan..hal-hal duniawi. Cinta?helaan nafas cukup panjang terdengar dari dalam rongga suaraku. Cinta adalah hal yang menjatuhkanku dengan sangat keras beberapa waktu lalu, tapi sangat sulit untuk aku teriakan. Aku kalah dan dikhianati keadaan berualang kali. Aku memilih untuk diam dan menahannya sangat dalam. Pada akhirnya aku layaknya orang yang hampir mau bunuh diri. Betapa aku ingat ini lah yang membuatku memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah dan pekerjaan hampir satu bulan. Aku tid

Mendadak Cerita Cinta

Aku sebenarnya sangat jarang menulis tentang hal-hal yang berbau cinta,romatisme dan segala macamnya. Tapi semalam setelah nonton film “Before Sunrise” yang entah ke berapa kali nya, aku mendadak kepikiran untuk nulis tentang romantic things while traveling alias hal-hal romantis ketika traveling. Kalau ada yang sudah nonton film Before Sunrise ini pasti deh bakalan kepikiran bagaimana seandainya jadi Jesse atau Celine yang ketemu gak lebih dari 24 jam, akhirnya memutuskan untuk turun dari kereta dan jalan-jalan semalaman di Wina, daannnn…jatuh cinta secinta cintanya. Aku..pas pertama kali nonton film ini bak nonton cerita dongeng. Jatuh cinta saat keduanya menempuh perjalanan, memutuskan menghabiskan waktu yang sebentar untuk mengelilingi kota Wina yang apik itu, lagipula siapa yang gak bakal senang jalan bareng si ganteng Ethan Hawke ini. But anyway balik ke topik, romantisme perjalanan. Begini, romantisme buat aku agak gak melulu laki-laki sama perempuan, ini hal yang bisa ak

Si Mata Biru

Siang itu, cuaca Phnom Penh cukup terik. Kami beranjak meninggalkan homestay menuju agen bus yang berada tepat di  lantai bawah homestay kami. Kami berencana melanjutkan perjalanan menuju Ho Chi Minh, sesuai perkiraan butuh waktu sekitar 6 jam perjalanan dari Phnom Penh. Kulihat sosoknya melintas menuju bus yang sama, sosok Caucasian. Berkemeja abu-abu dengan kancing paling atas terbuka seadanya, celana coklat selutut, rambut brunette yang sedikit berantakan, bermata biru teduh. Dia melintas dengan ransel besar yang bahkan menutupi sebagian punggungnya, aku ingat betapa berdebunya cover bag yang dia pakai. Mungkin dia sudah terlalu lama menempuh ribuan mil perjalanan, yah mungkin saja. Ah tapi untuk ribuan mil yang dia tempuh, dia cukup terlihat bersih dan..tampan. Dia duduk persis di belakang kursi teman perjalananku, sendirian. Kulihat sesekali dia mengecek ponsel, sesekali juga memejamkan mata, ntah apa yang ada di benak nya..mungkin bosan, seperti yang sebagian dari